Telunjuk mu adalah kekuasaan mu

Telunjuk mu adalah kekuasaan mu
kekuatan yang dimiliki pemimpin adalah telunjuknya.

Jumat, 11 September 2015

CERPEN ( Cerita Pendek )





Utamart | 19.25 | 0 Comments



RDH* Dan Gadis Dibalik Tirai Pembatas Sholat
  
Untain kisah terukir di bulan nan Ramadhan, serasa sebulan Ramadhan penuh dengan cerita yang tak lekang oleh ibadah dan amal kebaikan, tak tertimbun oleh masa dan waktu penuh dengan pengalaman baru yang menginspirasi.

Namun Ramadhan tahun ini agak berbeda dengan biasanya, Ramadhan tahun lalu banyak terhabiskan di kampung halaman, bersua dan bergembira ria bersama keluarga, namun kali ini kuhabiskan bulan yang istimewa ini full di daerah rantaun kota Benteng. Menyamai kebersamaan RDH.

Perasaan gembira, kangen, sedih, kesepian dan banyak lagi suasana hati yg tak dapat didefinisikan menyertai Ramadhanku kali ini.

Gembira bisa dipertemukan dengan bulan istimewa, keutamaan, kemuliaan, dan Sunnah-nya pun bernilai berkali-kali lipat, bahkan yang tidur sajapun menjadi amalan ibadah produktif berbuah pahala berkali-kali lipat.

Sedih, kangen, rindu, juga meyertai suasana hati ini, ketika menjelang akhir-akhir Ramadhan, kesedihan bak cerita Zainuddin dan Hayati dalam cerita “Tenggelamnya Kapal Vanderwick”, ketika melihat kebahagian dan senyuman teman-teman se-asrama menikmati suasana mudik ke kampungnya masing masing, membuat asrama/tempat tinggalku di rantauan kosong dari suara, seolah asrama yang sudah sepi ini menjadi sepi sunyi, ditemani tetesan air kapur memenuhi ember di kamar mandi, hidup seperti angka satu, melengkapi kesedihan akan perpisahan dengan kekasih Ramadhan.

Apalagi kalau disapa dan ditanya kapan balik,,,,? (Ujar teman-teman bila mereka pamit ke kampungnya)
Di mulut sok tegas berujar, “Saya gak balik. Masa anak perantauan tiap tahun balik.
Tapi di dalam hati menangis teringin pulang merajut ukhuwah melepas Ramadhan dengan keluarga.
Tapi itulah pilihan, tetap setia di kota Istimewa, di bulan yang istimewa, kerelaan tidak merayakan Sholat Idul Fitri dan suasana budaya bagi-bagi amplop di kampung.

Namun, bukan itu yang ingin kuceritakan.

Ketika orang-orang bergegas, bersiap-siap pulang ke kampung di hari 10 terakhir Ramadhan. Ketika orang-orang sudah mulai tersibukkan dengan baju lebaran dan kue oleh-oleh untuk lebaran, ramainya pasar, mall dan terminal, ketika Televisi pun beralih dari tausyah menjadi kabar mudik.
Lain halnya dengan hamba-hamba Allah yang lain, merancang dan mempersiapkan waktu malamnya beribadah I’tikaf yang maksimal.

“Nabi beri’tikaf di sepuluh akhir dari Romadhon sampai wafat kemudian Istri-istri Beliau beri’tikaf setelahnya.” (Bukhori 1886)

10 hari terakhir Ramadhan pun mulai bersua, saatnya untuk berburu ibadah I’tikaf dimulai, seolah merasa bahwa yang I’tikaf hanya saya sendiri di tengah keheningan malam, namun ternyata satu demi satu hamba Allah yang taat datang dan tak mau ketinggalan moment berharga ini.

Sehabis Ibadah Terawih bersama jama'ah mahasiswa/i lumayan sedikit dan imam yang suara bacaannya bagus sarat dengan makna, ditambah dengan Masjid Kampus yang jauh dari keramain di tengah hutan, hanya ditemani oleh sang kodok, lebah dan tawon menjadi rukun dengan jama’ah, bahkan burung walet pun sesekali berbunyi menyapa sanak saudaranya. Melengkapi kekhidmatan ibadah, di daerah rantauan dan heningnya malam di Masjid Kampus yang sunyi.

Ketika malam mulai gelap, jam pun mulai mengarah meninggalkan menit demi menit. jam demi jam, tapi suara indah tilawah terus ditilawahkan, seolah malam itu telinga dan pikiran ini diisi dengan Kalam Allah, sejuk terasa berlomba-lomba melantunkan Ayat Suci dengan gaya dan suara masing masing, membuat Masjid yang sepi seolah hidup disinari oleh bacaan, bak seruan Sang Pencipta di Sidratul Muntaha, dan lentera di tengah kesunyian, sesekali membaca maknanya menyempurnakan kenikmatan malam dan kekhidmatan sang pemburu pahala malam. Mengejar target khatam di bulan Ramadhan, serta meraih kemulian malam Lailatul Qodar. Ditemani oleh para Malaikat yang mulia.

مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50]: 18)

Jam demi jam berlalu satu persatu jama'ah Itikaf mulai berbaring alias tidur mempersiapkan dirinya kembali untuk bangun jam 2 atau jam 3 menikmati kemulian sholat malam dan keberkahan sahur, namun ada juga beberapa yang tetap istiqomah terus melantunkan suara indahnya, seolah matanya tak capek dan tak tertidur, menengok mushaf hilangkan rasa kantuk, ditambah dengan sesekali mengambil air wudhu, termaksud saya jamaah yang masih istiqomah melanjutkan malam yang penuh khidmat ini, dengan lantunan ayat-ayat Allah.

Kini Jamaah tilawah, perlahan demi perlahan mulai redup. Ditemani suara keheningan malam yang kadang suara binatang pun ikut menyertai perburuan pahala malam, di dinding dan langit-langit masjid diisi oleh binatang yang memakmurkan Maskam (Masjid Kampus) mengisi sepi yang mulai merayap pasti. Sesekali menengok jamaah yang mukim, merebahkan badannya sejenak di masjid sembari meraih amal I’tikaf, terkadang suara ngorok melengkapi malam tersebut.

Jam 00.00 menuju ke jam 01.00 malam, mulai tak terdengar lagi suara jama'ah tilawah. Satu persatu hilang dan mulai tak terdengar.

Serasa tinggal sendiri yang tilawah, sesekali merenungkan maknanya di tengah malam, Namun di kejauhan ada suara indah nan merdu di balik tirai/hijab pembatas sholat berwarna hijau, bergelantungan setinggi 2 meter,  berjarak 10 kaki kumelangkah dari tempat kududuk, kelihatannya suara itu bukan dari jamaah ikhwan tapi jama’ah di balik tirai itu (jamaah akhwat).

Kepikir dalam hati ini, maasyaAllah kuatnya gak tidur akhwat ini. Makin malam suara indah pun terus terdengar di telinga ini, saya pun mulai berhenti membaca Al-Qur’an, bukan karena ingin mendengar bacaannya, target saya hari itu telah terpenuhi, pun tak salah sembari menikmati suara indah di balik tirai pembatas tersebut.

Namun suara indah itu pun terus membaca ayat demi ayat, udah puluhan surat dan udah banyak juz’’ terlewati dengan suara merdunya, membuat mata ini tak mau tertutup, dan telinga ini seolah tak henti-henti mendengarkannya. Sesekali aku bisa menangkap maksud dari ayat yang dia baca.

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (QS. al-Isra [17]: 36)

Jam 1, jam 2 suara itupun masih terdengar, ayat demi ayat, surat demi surat ia baca dan lalui membuat saya iri padanya.

Melihat semangatnya, pikiran negatif yang tak kuundang pun hadir.
“Ahh, cuma hari ini saja kok, besok-besoknya tepar (tidur) juga, hangat-hangat tai ayam.”
Hari berganti hari, malam genap dan ganjil mulai terlewat, suara indah di balik hijab hijau tua, terus terlantunkan, sesekali mata tertutup, tapi resah bila terlewatkan keindahan suara itu. Seolah menjawab dan membantah pikiran negatif ku,hangat-hangat tai ayam.

Serasa ingin bertanya siapakah gerangan si dia yang suaranya begitu indah dan bikin hati ini tentram mendengarnya, kuingin mengutarakan pertanyaan.



Gerangan apa yang membuat ia kuat dari habis sholat isya dan terawih sampai menjelang sahur dan sholat subuh, mulutnya tak henti-hentinya melantunkan ayat suci tersebut.
Serasa ingin bertanya, Gerangan apa yang membuat kedua matanya tak tertidur, hanya ditemani oleh Mushaf yang berisi firman-firman Tuhan.

Serasa ingin bertanya.
Rela melepaskan waktu malamnya, Yang Sang Pencipta pun bersua dalam firmannya,  “Malammu adalah waktu kalian beristirahat.. Apa yang membuat waktu istirahat malamnya terlewatkan dan ikhlas menghabiskan malamnya dengan ibadah tilawah tak terasa capekkah mulutnya bersuara dengan firmannya semalaman.

Penasaran pun menyertai hati ini, dan mulai kubertanya-tanya dalam benak pikiran, sembari merebahkan badan, mereka-reka, dan menduga siapakah gerangan Si dia yang masih misterius di balik tirai pembatas sholat jama’ah ikhwan dan akhwat tersebut.

Sempat kuutarakan pertanyaan kepada teman-teman yang sempat menikmati suara indahnya, untuk menjawab rasa penasaran dan keingintahuan-ku.

Rasa penasaran yang hinggap itu bukan hanya diriku seorang yang bertanya tanya, teman-temanku pun yang sempat terpikat suara tilawahnya pun, ingin mengetahui siapa gerangan Si dia yang misterius itu, sesekali hal tersebut yang menjadi perbincangan kami (yang ikhwan para bujang lapuk), tinggal berapa orang yang tak mudik ke kampung halaman, bukan berniat mengunjing  merusak amal puasa, cuma penasaran dengan semangatnya.

Ujarku dengan teman-teman (ikhwan) yang  tidur  malam di Masjid.

“Bro kuat ya Si dia, kemarin sampai jam 2 malam loh masih ON. Dia pake baterai apa yaa? kok kuat amat, kapan lowbat-nya.?

Kawan-kawan pun tidak tau gerangan siapa si dia yang menyimpan banyak misteri di balik tirai hijau tua pembatas sholat tsb.

Kini suara itu entah kemana, Idul Fitri pun berlalu, berburu amalan malam di hari-hari itikaf dibulan istimewa telah pamit, hari-hari Syawal kini dijalani dengan biasa, kebiasaan ibadah Ramadhan kadang-kadang masih membekas, kini Si dia yang tak sempat kuutarakan pertanyaan-pertanyan di benak utk menjawab rasa penasaraanku.

Siapakah Si dia? Kini mulai tak terdengar hanya tulisan ini untuk menyimpan dan mengobati rasa penasaran ini.

Di balik banyak misteri suara merdunya di malam yang hening itu, ku bisa belajar dari si dia dan mengambil hikmahnya.

Suaranya merdunya di balik hijab itu telah mengajariku.
 “Sungguh saya telah berjumpa dengan beberapa kaum, mereka lebih bersungguh-sungguh dalam menjaga waktu mereka daripada kesungguhan kalian untuk mendapatkan dinar dan dirham” (Al-Hasan Basri)

Keingintahuan-ku.  Semangat apa yg memotivasi Si dia ?
Membuatku kembali membaca hadist Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasallam:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ

Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah Ta’ala pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya: Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah.. (HR. Bukhari: no. 1432 dan Muslim no. 1031)

Si dia yang sampai sekarang masih misteri kuanggap dia adalah gadis (Ahkwat) di balik tirai/hijab hijau tua.

Telah mengingatkanku tentang lima perkara sebelum datang lima perkara yang sebaliknya. Sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, dan hidup sebelum mati.

Suaranya masih membekas di telinga ini, Si dia akhwat misterius pemburu pahala malam tersebut, beberapa hari ia bermukim di masjid, membuat banyak kesan. lantunan ayat-ayat suci memaksimalkan ibadah tilawah sembari mencari dan meraih amalan ibadah di malam lailatul qodar. Mengajariku banyak hal dalam mengakhiri episode ujung Ramadhan, membuat bekas yang sekesan-kesan mungkin pengembara pahala malam (si dia) kini telah meninggalkan banyak pertanyaan dan misteri berbarengan dengan perginya bulan berkah Ramadhan.

Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
”Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku hidup di dunia ini melainkan seperti seorang pengembara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu pengembara tersebut pergi meninggalkannya.”(HR. at-Tirmidzi no. 2377)

Si dia yang berteduh di bawah bangunan berlantai tiga* yang sampai sekarang belum sempurna hanya bekas cor-coran masih menempel, seolah bangunannya masih baru, padahal umur bangunannya hampir 10 tahun, di masjid bukit perjuangan Hamfara, di sanalah Si dia bermukim beberapa hari untuk meraih amal I’tikaf, hanya bekas-bekas teduhannya masih tersimpan dalam ingatan meninggalkan pelajaran berharga dari lautan suara merdu yang keluar dari mulutnya yang penuh dengan makna. Meninggalkan untain hikmah

Hidup terasa indah justru di saat kita keluar dari arena permainan yang penuh resiko sebagai pemenang. Sebaliknya, pengecut adalah mereka yang hadir di bumi dan kehilangan arah, rendah kemauan, serta membiarkan waktu berlalu tanpa makna sedikitpun tanpa merasa berdosa.
kita hadir di dunia bagai biduk perahu yang telah lepas dari tali tambatnya. Kini hanya ada samudera terbentang di hadapan kita. Waspadalah! Kayuhlah terus, melaju dengan gagah perwira. Jangan gelisah apalagi mengumbar sumpah serapah. Sebab gerutu dan cacian tidak akan pernah menyelesaikan suatu masalah. Berhentilah bila mengambil jalan yang salah. Tegarkan kaki, gerakkan tangan, cerahkan pikiran, dan dayakan semua aset kemampuan yang dimiliki agar kehadiran kita di muka bumi ini penuh arti.

Semoga kita termasuk orang-orang yang dikaruniakan kepekaan untuk mengambil pelajaran dari setiap episode kehidupan ini, menikmati Ramadhan dengan keberkahan dan pengalaman yang lebih baik lagi.

*Masjid Kampus Sekolah tinggi Ekonomi Islam  Hamfara


(Bang Mar)



By Utamart
A Short Description about youself







Stay Connected With Us
Feed Icon Twitter Icon Facebook Icon Google+ Icon Youtube Icon


Share and Spread Share On Facebook +1 This Post Digg This Post Stumble This Post Tweet This Post Tweet This Post Tweet This Post Save Tis Post To Delicious Share On Reddit Bookmark On Technorati


Related Articles

JOIN THE DISCUSSION

Any feedback, questions or ideas are always welcome. In case you are posting Code ,then first escape it using Postify and then paste it in the comments

0 komentar: