Telunjuk mu adalah kekuasaan mu

Telunjuk mu adalah kekuasaan mu
kekuatan yang dimiliki pemimpin adalah telunjuknya.

Sabtu, 11 Juli 2015

Jalan cinta para pejuang





Utamart | 21.55 | 0 Comments



Jalan cinta para pejuang


Al-Quranul Karim mengenalkan kita pada jalan, pada awal-awal, betapa kita mengulang-ulang permohonan di dalam kehidupan kita “Ihdina ash-shirathal mustaqiim. Tunjukkan kepada kami Ya Allah (ash-shirath) jalur, jalan, garis yang mustaqim” kita menerjemahkannnya jalan yang lurus.

Apa pengertian jalan yang lurus itu?

Disebutkan oleh ‘Isa bin Maryam bahwa “ wailahukum ilahuw wahid fa’buduh. Hadza shiratum mustaqim” atau dalam ayat yang lain. “Robbuna warobbukumuLlah fa’buduh, hadza shiratum mustaqim.” Rabb kami dan rabb kalian, pencipta kami, pemilihara kami, pengatur urusan kami, pemilik kami, pemberi rizki  kami  adalah Allah swt , maka sembahlah Dia. Beribadahlah kepadaNya. Mengabdilah untukNya. Hadza shiratum mustaqim, inilah jalan yang lurus.

Maka makna shirathal mustaqim yang kita mohonkan kepada Allah swt pada setiap shalat kita, 17 kali setidaknya sehari dan semalam, “ihdinash shirathal mustaqim. Ya Allah tunjakkanlah kami jalan yang lurus.” Adalah jalan untuk beribah kepada Allah swt. Jalan untuk mengabdi kepada Allah swt. Jalan untuk menyembah Allah swt.

Jalan itu, karena kita menerjemahkan “shirathal mustaqim” sebagai jalan yang lurus, seringkali kita salah duga bahwa ia adalah jalan yang mulus. Jalan yang bebas hambatan. Jalan yang tidak ada aral melintang. Jalan yang tidak ada persoalan. Jalan yang di sana, kesemua keingainan kita terkabul, kesemua doa kita diijabah. Bayangan kita ketika kita memohon “ihdinash shirathal msutaqim. Ya Allah tunjukkan kami jalan yang lurus.” Seakan-akan kita memohon jalan yang sama sekali di sana tidak ada persoalan, tidak ada masalah, tidak ada musibah, tidak ada kehilangan, tidak ada kekurangan. Jalan yang cukup, jalan yang indah, jalan yang penuh dengan kebaikan dan kebahagiaan.

Tetapi Allah swt menyatakan kepada kita jalan yang lurus itu adalah jalan menyembahNya, jalan mengabdi kepadaNya, jalan beribadah kepadaNya. Dan dia dijelaskan dengan kalimat berikutnya dengan begitu indahnya, “Shirathal ladzina an’amta ‘alaihim. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.”
Maka jalan orang-orang yang telah diberi nikamat. Dari Adam, idris, Nuh, Hud, Salih, Ibrahim, Luth Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Syu’aib, Musa, Harun, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, sampai Muhammad saw, dibentangkan dalam AlQuranul Karim dari awal sampai akhirnya, untuk menggambarkan kepada kita jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang diberi nikmat.

Tentu untuk menguatkan penjelasan itu. Untuk menunjukkan kepada kita bedanya jalan yang lurus dengan jalan yang TIDAK lurus, Allah juga menerangkan tentang Ghairil maghdhubi ‘alaihim, waladh dhaallin.”  Jalan yang dimurkai dan jalan yang sesat. Maka ada Iblis, ada Fir’aun, ada Qarun, ada Hammam, ada Bal’am, ada istri Nuh, ada istri Luth, ada putra Nuh. Ada kisah-kisah tentang “almaghdub alaihim” orang-orang yang dimurkai Allah. Dan ada kisah-kisah tentang “adh dhallin” orang-orang yang sesat.

Maka inilah mengapa AlQuranul Karim sebab ingin menunjukkan kepada kita sebuah jalan.

Dari  Said Bin Zubair dari Ibnu Abbas ra. “AlQuran ini 6ribu ayatnya kisah,  6ratus ayatnya merupakan paparan tentang tanda-tanda kebesaran Allah untuk direnungi, 6puluh ayatnya mengenai aturan bermuamalah, dan 6 ayatnya berupa hokum dan hukuman. Ini adalah perbandingan yang saya kira not exackly, tidak persis begitu, tetapi menunjukkan kepada kita betapa Allah mengisi kandungan AlQuran 6ribu ayatnya kisah (dst).

Maka AlQuranul Karim menuturkan panjang lebar tentang “shirathal mustaqim” jalan orang-orang yang lurus itu, dalam bentuk cerita, dalam bentuk kisah, untuk kita kenali dan untuk kemudian kita insyafi dengan mungkin agak sedikit terkejut bahwa kita mohon jalan yang lurus artinya adalah jalannya Adam, artinya adalah jalannya Idris, Nuh Hud Salih, terus sampai Muhammad saw, yang ketika kita memperhatikan kisah-kisahnya di dalam AlQuran hampir semuanya berliku-liku, hampir berkelok-kelok, menanjak, menikung, curam, terjal, >.

“Ihdinash shirathal mustaqim” maka ketika kita meminta kepada Allah jalan yang lurus, kita sedang meminta sebuah jalan perjuangan, seperti jalan orang-orang yang telah diberi nikmat di dalam AlQuranul Karim itu dikisahkan tentang mereka dan ketika memohon “ihdinash shirathal msutaqim” kita memohon di dalam jalan perjuangan itu senantiasa ada cinta dari Allah untuk kita. Ada cinta kita untuk Allah ta’ala. 

Ada cinta kita untuk segenap makhlukNya.

Suatu hari datang para shahabat Nabi radiyaLlah anhum ajma’in, mereka pada saat itu sedang berada di Mekkah, pada tekanan persoalan-persoalan yang berat. Dalam masalah-masalah yang pelik. Dalam penindasa, dalam penyiksaan, dalam penganiayaan.

Salah seorang di antara mereka adalah Khabbab. Khabbab ini adalah salah seorang shahabat yang mengalami seperti apa kekejaman Abu Jahal. Khabbab ini seorang tukang pandai besi. Tentang Khabbab diceritakan bahwa dia diikat oleh Abu Jahal di selonsong yang terbuat dari besi panjang, diikat seperti kambing guling, kemudian karena dia seorang pandai besi, di bawahnya adalah bara menyala tempat dia memanaskan besi dan diletakkan di situ seperti kambing guling, kemudian punggungnya melepuh karena snagat panasnya.

Dan Khabbab menceritakan “Demi Allah, tidaklah api di bawah itu mati melainkan karena punggungku melepuh akhirnya pecah kemudian cairan tubuhku keluar untuk menetes-netes memadamkan apinya.”
Dengan punggung yang sakit itu, dia pada suatu hari menghadap Rasulillah saw yang sedang berbantal sorban di dekat ka’bah dan mengadu, “Ya RasuluLlah, tidakkah engkau berdoa atau menolong kami Ya Rasulullah” Kemudian Nabi Saw mengatakan “Orang-orang sebelum kalian ada yang disikat dengan sikat besi tubuhnya sehingga terpisah daging dari tulangnya. Ada yang digergaji sehingga terbelah tubuhnya. Ada yang dimasukkan kedalam api sehingga terbakar keseluruhannya. Tetapi itu tidak memalingkan mereka dari “Laa ilaha illallah.”

Kita membayangkan seorang Khabbab yang merasakan sakit luar biasa itu mengadu kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah mengatakan demikian. Maka semakin beratb terasa oleh dadanya. Betapa masih panjang jalannya. Tetapi rasulullah kemudian mengatakan “Demi Allah, Allah akan menyempurnakan urusan ini untukku sehingga orang berjalan dari San’a ke Hadhradhah,  dan tidak ada seorang pun yang ditakuti kecuali Allah swt.” Tidak ada sesuatu pun yang dia khawatrikan kecuali Allah Swt.

Khabbab kemudian berbincang dengan kawan-kawannya lalu pada suatu mereka menghadap lagi kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, berceritalah engkau untuk kami.” Ayat-ayat yang turun begitu berat, perintah-perintah Allah yang dibebankan begitu membuat kami sesak. Maka ringankan hati kami Ya Rasulullah dengan bercerita kepada kami.”

Atas permintaan para shahabat ini Allah swt menurunkan ayatnya. “Nahnu naqush shu ‘alaika ahsanal qashash…”   >didalam awal suarah Yusuf.
Sebagian ulama mengatakan, al-qasas di situ bermakna maf’ul bih, atau al-qasas di situ bermakna sebgai kaifiyah. Yakni “nahnu naqussu ahsanal qasas, kami ceritakan kepadamu sebaik-baik cerita.” Boleh jadi cerita yang diceritaka AL-Quran memang sebaik-baik cerita. Tapi sebagian ulama mengatakan “nahnu naqussu ‘alaika ahsanal iqtisas. Kami cerikan kepadamu kisah ini dengan sebaik-baik penceritaan.”

Maka para ulama mengatakan, “Allah menceritakan kisah itu dengan sebaik-baik cerita dan sebaik-baik penceritaan. Cerita itu tentang jalan hidup seorang anak manusia, yang jalan hidupnya adalah jalan penuh berliku dan penuh perjuangan.
Di mulai dari bagaimana dia hidup di tengah-tengah keluarga besar, salah satu keluarga terbaik sepanjang masa. Nabi saw pernah dipuji sesweorang, “Engkau Ya Rasulullah emmiliki nasab yang terbaik.” Kata Nabi saw “Bukan aku. Pemilik nasab terbaik adalah Yusuf. Karena Yusuf adalah bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim.” Dianya Nabi, Bapaknya nabi, kakeknya nabi, kakek buyutnya nabi.
Itulah Yusuf yang di jalan ini Allah mengaruniakan nya suatu mimpi, “Inni ra aitu kaukaba wa syamsa wal qamar

Dan selanjutnya adalah kisah tentang kedengkian saudara. Maka apalah kita di dalanm kehidupan kita kalau kemudian di jalan ini tidak ada orang yang mendengki? Perlu ditanyakan apakah kita dikaruniai nikmat oleh Allah? Maka setiap orang yang dikaruniai oleh Allah pasti ada oang yang hasad kepadanya. Maka di dalam jalan ini, kalau ada orang yang mendngki, biasa. Seperti Yusuf, yang didengki bahkan olehg saudaranya sendiri.


Kisah selanjutnya bagaimana tentang dengki itu diikuti oleh sebuah tindakan. Bagaimana Yusuf dibuang ke dalam sumur. Dari sumur itu ditemukan oleh kafilah dagang. Dijual sebagai budak. Tinggal di sebuah rumah besar pejabat tinggi. Digoda oleh majikan. Tergoda tetapi mampu mengendalikan hawa nafsu. Difitnah oleh orang yang bersalah. Dijadikan pelampiasan balas dendam. Memilih untuk masuk penjara daripada mengikuti keinginan para penggodanya. Berdakwah di penjara. Dilupakan oleh teman di penjara. Keluar dari penjara. Langsung emnjadi pejabat Negara. Bukan menimtai jabatannya, tetapi bekerja keras untuk menyelesaikan masalah yang denga dihdapi oleh Negara. Sampai tidak bisa menghadap orangtua karena kesibukannya mengurus Negara. Maka menyyusun siasat agar orangtuanya yang datang ke negerinya. Memasukkan timbangan emas ke wadah adiknya. Berdebat dengan saudara-saudaranya tanpa mereka tahu siapa sebenarnya dia. Ketika orangtuanya datang dia kemudian harus menjaga perasaan saudara-saudaranya yang sudah dia maafkan dengan tidak menyebutkan kisah masa lalunya kecuali yang perlunya itu sesudah keluar dari penjara. Itu disebut oleh Allah sebagai ahsanul qashash” sebaik-baik cerita.

Ternyata sebaik-baik cerita bukan cerita yang kerap kita dengar atau kita abaca “pangeran dan putri menikah. Mereka hidup bahagaia selama-lamanya…”

Sebaik-baik cerita adalah cerita yang berliku-liku. Cerita yang penuh pendidikan dari Allah. Cerita yang penuh kesabaran dalamberbagai macam bentuknya, penuh kesyukuran dalam berbagai macam bentuknya. Dari awal sampai akhir kisah Yusuf diceritakan dengan begitu indah oleh Allah untuk kita fahami betapa hidup yang indah adalah hidup yang berliku-liku. Hidup yang paling indah adalah hidup yang naik dan turun. Hidup yang paling indah adalah hidup yang dipenuhi sabar di satu ketika, dan syukur di saat yang lain. Tanpa henti. Itu jalan para pejuang.

Kisah kehidupan dengan sebuah kesadaran pnuh bahwa Allah menguji kita setiap saat. Baik sebagai seseorang yang akan bersabar atau seseorang yang akan bersyukur. Baik dengan nikmat maupun dengan musibah.

Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Sofian Ats Tsauri, “Mana yang lebih utma orang kaya lalu bersyukur atau orang yang miskin lalu bersabar?”
Sofian Ats Tsauri menjawab, “Apakah engkau tidak membaca wahai saudaraku suarah Shad?” ada apa dengan surah shad? “Di surah shad, ada pujian untuk orang kaya yang bersyukur dan seorang miskin yang bersabar. Pujiannya kalimatnya persis sama, yaitu “ni’mal ‘abdu innahu awwab…” sebaik-baik hamba, dia adalah hamba yang sangat taat kepada Allah, kepada rabbnya. Yang satu ditujukan kepada Sulaiman, yang satu ditujukan kepda Ayyub, dengan kisah yang dijejerkan.” Siapa yang lebih utama? Tidakkah kalian membaca surah shad, bahwa pujian untuk Ayyub dan pujian untuk Sulaiman, sama.

Kata Nabi Saw, “Lebih banyak hamba yang mampu bersabar ketika mendapat musibah, daripada hamba yang pandai bersyukur ketika diberi nikmat.” Tetapi sabar juga adalah sebuah keutamaan. Seperti Ayyub alaihissalam, ketika tubuhnya dirancah penyakit. Remuk-redam. Digaruk, terkelupas kulit dan daging, sampai ke tulang. Bersin darah dan nanah yang keluar. Ditambah dengan musibah lain, dia kehilangan anak-anaknya, dia kehilangan hewan ternaknya, dia kehilangan kebun-kebunnya. Maka dia mengatakan. “Allah, aku ditimba kesakitan yang sangat.” Dan orang-orang yang sabar itu nikmat yang besar.

Konon, bedanya dengan syukur. Sabar ditakjubi oleh malaikat. Karena kalo bersyukur malaikat pandai. Banyak malaikat yang tugasnya dalam penciptaan mereka, ada yang hanya sujudnya saja, ada yang hanya rukuk saja, ada yang hanya bertasbih saja, ada yang hanya bertahlil saja, ada yang hanya bertahmid saja, dengan tugas mereka masing-masing yang penuh dnegan ungkapan kesyukuran. Tetapi tidak ada malaikat yang mendapat cobaan seperti manusia mendapatkan cobaan. Maka kepada manusia yang bersabar malaikat takjub. Sehingga salah satu sambutan para malaikat kepada manusia yang masuk surge adlah “Salamun ‘alaikum bimaa shabartum. Salam sejahtera atas kalian disebabkan kesabaran kalian.”
Sabar itu amal yang ditakjubi malaikat, dikagumi malaikat. Keseluruhan nikmat-nikmat iman itu.

Shiratal mustaqim. Jalan orang-orang yang diberi nikmat. Bayangkan, kisah surah Yusuf yang berliku-liku itu dengan berbagai macam cobaan, dan sikap-sikap indah terhadap cobaan ditutup oleh Allah di antara rangkaian penutupnya adalah kalimat perintah kepada Nabi Saw “Qul hadzihi sabiili ad’u ilaLlah. ‘ala bashiratin ana wa manittaba’ani. Wa subhanaLlah wama ana minal musyrikin.”

Indahnya adalah Allah memulainya dengan kalimat Qul katakan Wahai Muhammad, apapun kejadian dalam hidup yang kamu alami, seperti Yusuf yang mengalami berbagai macam kejadian berat dalam hidupnya, tetapi “hadzihi sabili” inilah jalanku.
Inilah jalanku, sebuah tempuhan. Kata Syaikh ___ “Jalan Allah ini sangat panjang, untungnya kita tidak diharuskan untuk ke ujung, kita hanya diharapkan mati di atasnya.”

Inilah jalan hidup kita, seperti yang digambarkan oleh Allah dalam surah Yusuf, tetap berdakwah dalam keadaan bagaimanapun, yaitu jalan yang thuluth thariq, panjang sekali tempuhannya.
Ada hadits tetang As sauty sa’ah. Dan khabar tentang hari kiamat. Dalam Riyadhus shalihin.
Kita terhenyak bahwa nanti Adam akan berada di dalam yaumil mahsyar kemudian dikatakan kepada Adam, “keluarkan dari setiap seribu keturunanmu, satu orang memasuki surge dan 999 dari kalangan ahlun nar.” Dari keturunan Adam, 1:999 yang akan memasuki sura tanpa hisab.

Qillatur rujal. Sedikit sekali penempuhnya. Wa kasratul uqubat. Dan begitu banyak yang akan dialami di dalamnya. Di jalan ini, ada begitu banyak yang dialami sebagai ujian dari Allah ta’ala.
Ad’u ilaLlah. Kita ini jadi apapun adalah untuk mengajak. Seperti kata Umar bin Abdul Aziz adalah “ashlih nasfsak, ad’u kharak. Perbaiki dirimu dan ajak juga orang lain.”
Dalam sabda Nabi Saw, “Tidak beriman seseorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya sebaigamana ia mencintai untuk dirinya sendiri.”
Kalau baca Yasin, ada satu kisah yang perlu juga direnungkan.





By Utamart
A Short Description about youself







Stay Connected With Us
Feed Icon Twitter Icon Facebook Icon Google+ Icon Youtube Icon


Share and Spread Share On Facebook +1 This Post Digg This Post Stumble This Post Tweet This Post Tweet This Post Tweet This Post Save Tis Post To Delicious Share On Reddit Bookmark On Technorati


Related Articles

JOIN THE DISCUSSION

Any feedback, questions or ideas are always welcome. In case you are posting Code ,then first escape it using Postify and then paste it in the comments

0 komentar: