Jalan cinta para pejuang
Al-Quranul Karim mengenalkan kita pada jalan, pada
awal-awal, betapa kita mengulang-ulang permohonan di dalam kehidupan kita
“Ihdina ash-shirathal mustaqiim. Tunjukkan kepada kami Ya Allah (ash-shirath)
jalur, jalan, garis yang mustaqim” kita menerjemahkannnya jalan yang lurus.
Apa pengertian jalan yang lurus itu?
Disebutkan oleh ‘Isa bin Maryam bahwa “ wailahukum ilahuw
wahid fa’buduh. Hadza shiratum mustaqim” atau dalam ayat yang lain. “Robbuna
warobbukumuLlah fa’buduh, hadza shiratum mustaqim.” Rabb kami dan rabb kalian,
pencipta kami, pemilihara kami, pengatur urusan kami, pemilik kami, pemberi
rizki kami adalah Allah swt , maka sembahlah Dia. Beribadahlah
kepadaNya. Mengabdilah untukNya. Hadza shiratum mustaqim, inilah jalan yang
lurus.
Maka makna shirathal mustaqim yang kita mohonkan kepada Allah swt pada setiap shalat kita, 17 kali setidaknya sehari dan semalam, “ihdinash shirathal mustaqim. Ya Allah tunjakkanlah kami jalan yang lurus.” Adalah jalan untuk beribah kepada Allah swt. Jalan untuk mengabdi kepada Allah swt. Jalan untuk menyembah Allah swt.
Jalan itu, karena kita menerjemahkan “shirathal mustaqim”
sebagai jalan yang lurus, seringkali kita salah duga bahwa ia adalah jalan yang
mulus. Jalan yang bebas hambatan. Jalan yang tidak ada aral melintang. Jalan
yang tidak ada persoalan. Jalan yang di sana, kesemua keingainan kita terkabul,
kesemua doa kita diijabah. Bayangan kita ketika kita memohon “ihdinash
shirathal msutaqim. Ya Allah tunjukkan kami jalan yang lurus.” Seakan-akan kita
memohon jalan yang sama sekali di sana tidak ada persoalan, tidak ada masalah,
tidak ada musibah, tidak ada kehilangan, tidak ada kekurangan. Jalan yang
cukup, jalan yang indah, jalan yang penuh dengan kebaikan dan kebahagiaan.
Tetapi Allah swt menyatakan kepada kita jalan yang lurus
itu adalah jalan menyembahNya, jalan mengabdi kepadaNya, jalan beribadah
kepadaNya. Dan dia dijelaskan dengan kalimat berikutnya dengan begitu indahnya,
“Shirathal ladzina an’amta ‘alaihim. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat.”
Maka jalan orang-orang yang telah diberi nikamat. Dari
Adam, idris, Nuh, Hud, Salih, Ibrahim, Luth Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf,
Syu’aib, Musa, Harun, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakaria,
Yahya, Isa, sampai Muhammad saw, dibentangkan dalam AlQuranul Karim dari awal
sampai akhirnya, untuk menggambarkan kepada kita jalan yang lurus. Jalan
orang-orang yang diberi nikmat.
Tentu untuk menguatkan penjelasan itu. Untuk menunjukkan
kepada kita bedanya jalan yang lurus dengan jalan yang TIDAK lurus, Allah juga
menerangkan tentang Ghairil maghdhubi ‘alaihim, waladh dhaallin.” Jalan yang dimurkai dan jalan yang sesat.
Maka ada Iblis, ada Fir’aun, ada Qarun, ada Hammam, ada Bal’am, ada istri Nuh,
ada istri Luth, ada putra Nuh. Ada kisah-kisah tentang “almaghdub alaihim”
orang-orang yang dimurkai Allah. Dan ada kisah-kisah tentang “adh dhallin”
orang-orang yang sesat.
Maka inilah mengapa AlQuranul Karim sebab ingin menunjukkan kepada kita sebuah jalan.
Dari Said Bin Zubair dari Ibnu Abbas ra. “AlQuran ini 6ribu ayatnya kisah, 6ratus ayatnya merupakan paparan tentang tanda-tanda kebesaran Allah untuk direnungi, 6puluh ayatnya mengenai aturan bermuamalah, dan 6 ayatnya berupa hokum dan hukuman. Ini adalah perbandingan yang saya kira not exackly, tidak persis begitu, tetapi menunjukkan kepada kita betapa Allah mengisi kandungan AlQuran 6ribu ayatnya kisah (dst).
Maka inilah mengapa AlQuranul Karim sebab ingin menunjukkan kepada kita sebuah jalan.
Dari Said Bin Zubair dari Ibnu Abbas ra. “AlQuran ini 6ribu ayatnya kisah, 6ratus ayatnya merupakan paparan tentang tanda-tanda kebesaran Allah untuk direnungi, 6puluh ayatnya mengenai aturan bermuamalah, dan 6 ayatnya berupa hokum dan hukuman. Ini adalah perbandingan yang saya kira not exackly, tidak persis begitu, tetapi menunjukkan kepada kita betapa Allah mengisi kandungan AlQuran 6ribu ayatnya kisah (dst).
Maka AlQuranul Karim menuturkan panjang lebar tentang
“shirathal mustaqim” jalan orang-orang yang lurus itu, dalam bentuk cerita,
dalam bentuk kisah, untuk kita kenali dan untuk kemudian kita insyafi dengan
mungkin agak sedikit terkejut bahwa kita mohon jalan yang lurus artinya adalah
jalannya Adam, artinya adalah jalannya Idris, Nuh Hud Salih, terus sampai
Muhammad saw, yang ketika kita memperhatikan kisah-kisahnya di dalam AlQuran
hampir semuanya berliku-liku, hampir berkelok-kelok, menanjak, menikung, curam,
terjal, >.
“Ihdinash shirathal mustaqim” maka ketika kita meminta kepada Allah jalan yang lurus, kita sedang meminta sebuah jalan perjuangan, seperti jalan orang-orang yang telah diberi nikmat di dalam AlQuranul Karim itu dikisahkan tentang mereka dan ketika memohon “ihdinash shirathal msutaqim” kita memohon di dalam jalan perjuangan itu senantiasa ada cinta dari Allah untuk kita. Ada cinta kita untuk Allah ta’ala.
Ada cinta kita untuk segenap
makhlukNya.
Suatu hari datang para shahabat Nabi radiyaLlah anhum
ajma’in, mereka pada saat itu sedang berada di Mekkah, pada tekanan
persoalan-persoalan yang berat. Dalam masalah-masalah yang pelik. Dalam
penindasa, dalam penyiksaan, dalam penganiayaan.
Salah seorang di antara mereka adalah Khabbab. Khabbab ini
adalah salah seorang shahabat yang mengalami seperti apa kekejaman Abu Jahal.
Khabbab ini seorang tukang pandai besi. Tentang Khabbab diceritakan bahwa dia
diikat oleh Abu Jahal di selonsong yang terbuat dari besi panjang, diikat
seperti kambing guling, kemudian karena dia seorang pandai besi, di bawahnya
adalah bara menyala tempat dia memanaskan besi dan diletakkan di situ seperti
kambing guling, kemudian punggungnya melepuh karena snagat panasnya.
Dan Khabbab menceritakan “Demi Allah, tidaklah api di bawah
itu mati melainkan karena punggungku melepuh akhirnya pecah kemudian cairan
tubuhku keluar untuk menetes-netes memadamkan apinya.”
Dengan punggung yang sakit itu, dia pada suatu hari
menghadap Rasulillah saw yang sedang berbantal sorban di dekat ka’bah dan
mengadu, “Ya RasuluLlah, tidakkah engkau berdoa atau menolong kami Ya
Rasulullah” Kemudian Nabi Saw mengatakan “Orang-orang sebelum kalian ada yang
disikat dengan sikat besi tubuhnya sehingga terpisah daging dari tulangnya. Ada
yang digergaji sehingga terbelah tubuhnya. Ada yang dimasukkan kedalam api
sehingga terbakar keseluruhannya. Tetapi itu tidak memalingkan mereka dari “Laa
ilaha illallah.”
Kita membayangkan seorang Khabbab yang merasakan sakit luar
biasa itu mengadu kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah mengatakan demikian.
Maka semakin beratb terasa oleh dadanya. Betapa masih panjang jalannya. Tetapi rasulullah
kemudian mengatakan “Demi Allah, Allah akan menyempurnakan urusan ini untukku sehingga
orang berjalan dari San’a ke Hadhradhah, dan tidak ada seorang pun yang ditakuti
kecuali Allah swt.” Tidak ada sesuatu pun yang dia khawatrikan kecuali Allah
Swt.
Khabbab kemudian berbincang dengan kawan-kawannya lalu pada
suatu mereka menghadap lagi kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, berceritalah
engkau untuk kami.” Ayat-ayat yang turun begitu berat, perintah-perintah Allah
yang dibebankan begitu membuat kami sesak. Maka ringankan hati kami Ya
Rasulullah dengan bercerita kepada kami.”
Atas permintaan para shahabat ini Allah swt menurunkan ayatnya. “Nahnu naqush shu ‘alaika ahsanal qashash…” >didalam awal suarah Yusuf.
Sebagian ulama mengatakan, al-qasas di situ bermakna maf’ul
bih, atau al-qasas di situ bermakna sebgai kaifiyah. Yakni “nahnu naqussu
ahsanal qasas, kami ceritakan kepadamu sebaik-baik cerita.” Boleh jadi cerita
yang diceritaka AL-Quran memang sebaik-baik cerita. Tapi sebagian ulama mengatakan
“nahnu naqussu ‘alaika ahsanal iqtisas. Kami cerikan kepadamu kisah ini dengan
sebaik-baik penceritaan.”
Maka para ulama mengatakan, “Allah menceritakan kisah itu
dengan sebaik-baik cerita dan sebaik-baik penceritaan. Cerita itu tentang jalan
hidup seorang anak manusia, yang jalan hidupnya adalah jalan penuh berliku dan
penuh perjuangan.
Di mulai dari bagaimana dia hidup di tengah-tengah keluarga
besar, salah satu keluarga terbaik sepanjang masa. Nabi saw pernah dipuji
sesweorang, “Engkau Ya Rasulullah emmiliki nasab yang terbaik.” Kata Nabi saw
“Bukan aku. Pemilik nasab terbaik adalah Yusuf. Karena Yusuf adalah bin Ya’qub
bin Ishaq bin Ibrahim.” Dianya Nabi, Bapaknya nabi, kakeknya nabi, kakek
buyutnya nabi.
Itulah Yusuf yang di jalan ini Allah mengaruniakan nya
suatu mimpi, “Inni ra aitu kaukaba wa syamsa wal qamar
Dan selanjutnya adalah kisah tentang kedengkian saudara. Maka apalah kita di dalanm kehidupan kita kalau kemudian di jalan ini tidak ada orang yang mendengki? Perlu ditanyakan apakah kita dikaruniai nikmat oleh Allah? Maka setiap orang yang dikaruniai oleh Allah pasti ada oang yang hasad kepadanya. Maka di dalam jalan ini, kalau ada orang yang mendngki, biasa. Seperti Yusuf, yang didengki bahkan olehg saudaranya sendiri.
Kisah selanjutnya bagaimana tentang dengki itu diikuti oleh
sebuah tindakan. Bagaimana Yusuf dibuang ke dalam sumur. Dari sumur itu
ditemukan oleh kafilah dagang. Dijual sebagai budak. Tinggal di sebuah rumah
besar pejabat tinggi. Digoda oleh majikan. Tergoda tetapi mampu mengendalikan
hawa nafsu. Difitnah oleh orang yang bersalah. Dijadikan pelampiasan balas
dendam. Memilih untuk masuk penjara daripada mengikuti keinginan para
penggodanya. Berdakwah di penjara. Dilupakan oleh teman di penjara. Keluar dari
penjara. Langsung emnjadi pejabat Negara. Bukan menimtai jabatannya, tetapi
bekerja keras untuk menyelesaikan masalah yang denga dihdapi oleh Negara.
Sampai tidak bisa menghadap orangtua karena kesibukannya mengurus Negara. Maka
menyyusun siasat agar orangtuanya yang datang ke negerinya. Memasukkan
timbangan emas ke wadah adiknya. Berdebat dengan saudara-saudaranya tanpa
mereka tahu siapa sebenarnya dia. Ketika orangtuanya datang dia kemudian harus
menjaga perasaan saudara-saudaranya yang sudah dia maafkan dengan tidak menyebutkan
kisah masa lalunya kecuali yang perlunya itu sesudah keluar dari penjara. Itu
disebut oleh Allah sebagai ahsanul qashash” sebaik-baik cerita.
Ternyata sebaik-baik cerita bukan cerita yang kerap kita
dengar atau kita abaca “pangeran dan putri menikah. Mereka hidup bahagaia
selama-lamanya…”
Sebaik-baik cerita adalah cerita yang berliku-liku. Cerita yang penuh pendidikan dari Allah. Cerita yang penuh kesabaran dalamberbagai macam bentuknya, penuh kesyukuran dalam berbagai macam bentuknya. Dari awal sampai akhir kisah Yusuf diceritakan dengan begitu indah oleh Allah untuk kita fahami betapa hidup yang indah adalah hidup yang berliku-liku. Hidup yang paling indah adalah hidup yang naik dan turun. Hidup yang paling indah adalah hidup yang dipenuhi sabar di satu ketika, dan syukur di saat yang lain. Tanpa henti. Itu jalan para pejuang.
Kisah kehidupan dengan sebuah kesadaran pnuh bahwa Allah
menguji kita setiap saat. Baik sebagai seseorang yang akan bersabar atau
seseorang yang akan bersyukur. Baik dengan nikmat maupun dengan musibah.
Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Sofian Ats Tsauri, “Mana yang lebih utma orang kaya lalu bersyukur atau orang yang miskin lalu bersabar?”
Sofian Ats Tsauri menjawab, “Apakah engkau tidak membaca
wahai saudaraku suarah Shad?” ada apa dengan surah shad? “Di surah shad, ada
pujian untuk orang kaya yang bersyukur dan seorang miskin yang bersabar.
Pujiannya kalimatnya persis sama, yaitu “ni’mal ‘abdu innahu awwab…”
sebaik-baik hamba, dia adalah hamba yang sangat taat kepada Allah, kepada
rabbnya. Yang satu ditujukan kepada Sulaiman, yang satu ditujukan kepda Ayyub,
dengan kisah yang dijejerkan.” Siapa yang lebih utama? Tidakkah kalian membaca
surah shad, bahwa pujian untuk Ayyub dan pujian untuk Sulaiman, sama.
Kata Nabi Saw, “Lebih banyak hamba yang mampu bersabar ketika mendapat musibah, daripada hamba yang pandai bersyukur ketika diberi nikmat.” Tetapi sabar juga adalah sebuah keutamaan. Seperti Ayyub alaihissalam, ketika tubuhnya dirancah penyakit. Remuk-redam. Digaruk, terkelupas kulit dan daging, sampai ke tulang. Bersin darah dan nanah yang keluar. Ditambah dengan musibah lain, dia kehilangan anak-anaknya, dia kehilangan hewan ternaknya, dia kehilangan kebun-kebunnya. Maka dia mengatakan. “Allah, aku ditimba kesakitan yang sangat.” Dan orang-orang yang sabar itu nikmat yang besar.
Konon, bedanya dengan syukur. Sabar ditakjubi oleh malaikat. Karena kalo bersyukur malaikat pandai. Banyak malaikat yang tugasnya dalam penciptaan mereka, ada yang hanya sujudnya saja, ada yang hanya rukuk saja, ada yang hanya bertasbih saja, ada yang hanya bertahlil saja, ada yang hanya bertahmid saja, dengan tugas mereka masing-masing yang penuh dnegan ungkapan kesyukuran. Tetapi tidak ada malaikat yang mendapat cobaan seperti manusia mendapatkan cobaan. Maka kepada manusia yang bersabar malaikat takjub. Sehingga salah satu sambutan para malaikat kepada manusia yang masuk surge adlah “Salamun ‘alaikum bimaa shabartum. Salam sejahtera atas kalian disebabkan kesabaran kalian.”
Sabar itu amal yang ditakjubi malaikat, dikagumi malaikat.
Keseluruhan nikmat-nikmat iman itu.
Shiratal mustaqim. Jalan orang-orang yang diberi nikmat. Bayangkan, kisah surah Yusuf yang berliku-liku itu dengan berbagai macam cobaan, dan sikap-sikap indah terhadap cobaan ditutup oleh Allah di antara rangkaian penutupnya adalah kalimat perintah kepada Nabi Saw “Qul hadzihi sabiili ad’u ilaLlah. ‘ala bashiratin ana wa manittaba’ani. Wa subhanaLlah wama ana minal musyrikin.”
Indahnya adalah Allah memulainya dengan kalimat Qul katakan Wahai Muhammad, apapun kejadian dalam hidup yang kamu alami, seperti Yusuf yang mengalami berbagai macam kejadian berat dalam hidupnya, tetapi “hadzihi sabili” inilah jalanku.
Inilah jalanku, sebuah tempuhan. Kata Syaikh ___ “Jalan
Allah ini sangat panjang, untungnya kita tidak diharuskan untuk ke ujung, kita
hanya diharapkan mati di atasnya.”
Inilah jalan hidup kita, seperti yang digambarkan oleh Allah dalam surah Yusuf, tetap berdakwah dalam keadaan bagaimanapun, yaitu jalan yang thuluth thariq, panjang sekali tempuhannya.
Ada hadits tetang As sauty sa’ah. Dan khabar tentang hari
kiamat. Dalam Riyadhus shalihin.
Kita terhenyak bahwa nanti Adam akan berada di dalam yaumil
mahsyar kemudian dikatakan kepada Adam, “keluarkan dari setiap seribu
keturunanmu, satu orang memasuki surge dan 999 dari kalangan ahlun nar.” Dari
keturunan Adam, 1:999 yang akan memasuki sura tanpa hisab.
Qillatur rujal. Sedikit sekali penempuhnya. Wa kasratul uqubat. Dan begitu banyak yang akan dialami di dalamnya. Di jalan ini, ada begitu banyak yang dialami sebagai ujian dari Allah ta’ala.
Ad’u ilaLlah. Kita ini jadi apapun adalah untuk mengajak.
Seperti kata Umar bin Abdul Aziz adalah “ashlih nasfsak, ad’u kharak. Perbaiki
dirimu dan ajak juga orang lain.”
Dalam sabda Nabi Saw, “Tidak beriman seseorang dari kalian
sampai dia mencintai untuk saudaranya sebaigamana ia mencintai untuk dirinya
sendiri.”
Kalau baca Yasin, ada satu kisah yang perlu juga
direnungkan.
A Short Description about youself
Any feedback, questions or ideas are always welcome. In case you are posting Code ,then first escape it using Postify and then paste it in the comments
0 komentar: