Keadaan alam Bima memang
sangat strategis bagi perkembangan politik agama dan perdagangan. Wilayah
bagian utara berbatasan langsung dengan
laut flores , sebagai urat nadi perniagaan Nusantara sejak abad 14 M. Terletak
di tengah rangkaian kepulauan nusantara dan memiliki pelabuhan alam yang
terlindung dari serangan gelombang dan angin musim barat. Hasil alamnya cukup
beragam dan menjadi bahan ekspor yang sangat laris pada zamannya. Inilah yang
merupakan salah satu sebab bima bisa tampil sebagai negara maritim tersohor
sejak abad 15 sampai pertengahan abad 20 M.
Sebagai negara maritim yang
ramai dikunjungi oleh para pedagang dan musafir dari berbagai penjuru negeri,
seharusnya Bima lebih awal menerima pengaruh islam. Mengingat abad X M,
saudagar-saudagar Islam Arab sudah banyak yang berkunjung ke Maluku (Ternate
dan Tidore ) untuk membeli rempah-rempah. Tetapi dalam kenyataanya, berdasarkan
berbagai sumber tertulis yang untuk sementara dapat dijadikan pegangan,
masyarakat pesisir Bima baru mengenal islam sekitar pertengahan abad XVI M,
yang dibawa oleh para Mubaliq dan pedagang dari kesultanan Demak, kemudian
dilanjutkan oleh mubaliq dan pedagang kesultanan Ternate, pada akhir abad XVI
M.
Menurut Sejarahwan M. Hilir
Ismail, tahun 1540 M merupakan tonggak awal kedatangan Islam di tanah Bima.
Proses islamisasi itu berlangsung dalam tiga tahap yaitu periode kedatangan Islam
tahun 1540 – 1621, periode pertumbuhan islam tahun 1621-1640 M, dan periode
kejayaan islam pada tahun 1640 – 1950 M. pada tahap awal sebelum Islam menjadi
agama resmi kerajaan, ajaran Islam sudah masuk di wilayah-wilayah pesisir Bima.
Berdasarkan kajian dan
penelitian itulah, ditetapkanl dua tahap
masuknya islam di tanah Bima. Hal itu didasarkan pada keterangan dari catatan
lokal yang dimiliki, ternyata tahap awal
kedatangan Islam di Dana Mbojo, peranan Demak dan Ternate sangat besar. Para
mubaliq dan pedagang dari dua negeri tersebut silih berganti menyiarkan Islam
di Dana Mbojo. Selain itu para pedagang Bima pun memiliki andil dalam penyiaran
Islam tahap awal. Secara kronologis kedatangan Islam di Bima yaitu tahap
pertama dari Demak dan kedua dari Ternate.
Pada abad ke-16 M, Bima sudah
menjadi salah satu pusat perdagangan yang ramai di wilayah bagian timur
Nusantara. Menurut Tome Pires yang berkunjung ke Bima pada tahun 1513 M, pada
masa itu pelabuhan Bima ramai dikunjungi oleh para pedagang Nusantara dan para pedagang Bima
berlayar menjual barang dagangannya ke Ternate, Banda dan Malaka serta singgah
di setiap pelabuhan di Nusantara. Pada saat inilah kemungkinan para pedagang
Demak datang ke Bima selain berdagang juga untuk menyiarkan agama Islam.
Keterangan Tome Pires juga
diperkuat Panambo Lombok, DR. E Urtrech, SH mengatakan bahwa “ pengislaman di
pulau Lombok terjadi pada masa pemerintahan sunan prapen putera Sunan Giri yang pernah menundukkan Sumbawa dan Bima. “
Saya sepakat dengan M. Hilir bahwa kata “ Menundukkan “ dalam keterangan
Panambo Lombok itu tidaklah tepat, karena proses islamisasi di tanah air secara
umum tidak dilakukan dengan jalan kekerasan melainkan dengan misi damai, dakwah
dan perdagangan serta perkawinan silang. Kata menundukkan itu sebenanrnya lebih
mengarah pada kesadaran masyarakat untuk memeluk Islam. Disamping itu, jika terjadi penundukkan
berarti raja Bima saat itu sudah memeluk Islam dan diikuti oleh rakyatnya. Tapi
pada kenyataannya Islam baru secara resmi menjadi agama kerajaan pada
tahun 1640 M.
Tahap kedua, Islam masuk di
Bima melalui Ternate. Dari catatan Raja-Raja Ternate, dapat diketahui betapa
gigihnya sultan Ternate bersama rakyatnya, dalam menegakkan nur islam di
wilayah timur nusantara. Pada masa sultan Khairun, sultan Ternate ketiga
(1536-1570), telah dibentuk aliansi Aceh-Demak-Ternate. Dan juga telah dibentuk
lembaga kerjasama Al Maru Lokatul
Molukiyah yang diperluas istilahnya menjadi Khalifah Imperium Nusantara.
Aliansi ini dibentuk untuk meningkatkan kerja sama antara tiga negara islam itu
dalam penyebaran pengaruh Islam di wilayah Nusantara.
Pada masa sultan
Baabullah(tahun 1570-1583), usaha penyiaran
Islam semakin ditingkatkan dan pada masa inilah, para Mubaliq dan
pedagang Ternate meningkatkan kegiatan dakwah di Bima. Hal itu terus berlanjut sesuai keterangan BO
Istana, bahwa para Mubaliq dari Sulawesi Selatan yang dikirim oleh Sultan Alauddin Gowa tiba
di Sape pada tanggal 11 Jumadil Awal 1028 H bertepatan dengan tanggal 16 April
1618, tiga belas tahun setelah Raja Gowa dan Tallo memeluk Agama Islam, bahkan
lima belas tahun setelah Raja Luwu memeluk Agama Islam.
Para mubaliq dari Tallo,
Luwu, dan Bone tiba di Bima pada saat
situasi politik dan keamanan sangat tidak menguntungkan. Pada saat itu
sedang terjadi konflik politik yang berkepanjangan, akibat tindakan dari Salisi
salah seorang putera Raja Ma Wa’a Ndapa, yang berambisi untuk menjadi raja.
Intrik dan rekayasa politik dijalankan oleh Salisi. Ia membunuh keponakannya yaitu putera Raja
Samara yang telah dilantik menjadi Putera Mahkota. Keponakannya itu dibakar
hidup-hidup di padang rumput Wera, yang merupakan areal perburuan bagi raja dan
keluarga Istana. Sehingga putera Mahkota itu dikenal dengan nama Ruma Mambora
Di Mpori Wera. (Tuanku yang wafat di padang rumput Wera).
( Putera Mahkota La Ka’I )
Suasana seperti itu tidaklah
menyurutkan tekad dan semangat para mubaliq untuk menyiarkan islam di Bima.
Mereka terus berupaya untuk menemui Putera Mahkota La Ka’I dalam pelariannya di
dusun Kamina. Sebuah dusun di hutan belantara yang berada di puncak gunung La
Mbitu di sebelah tenggara Bima.
Pada tanggal 15 Rabiul Awal
1030 H bertepatan dengan tanggal 7 Pebruari 1621 M, Putera Mahkota La Ka’I
bersama pengikutnya mengucapkan dua kalimat syahadat dihadapan para mubaliq sebagai
gurunya di Sape. Sejak itu, putera mahkota La Ka’I berganti nama menjadi Abdul
Kahir. Pengikut La Ka’I Bumi Jara Mbojo bernganti nama menjadi Awaluddin,
Manuru Bata putera Raja Dompu Ma Wa’a Tonggo Dese berganti nama menjadi
Sirajuddin.
Pada tanggal 5 Juli 1640 M,
Putera Mahkota Abdul Kahir dinobatkan menjadi Sultan Bima pertama setelah
melewati perjuangan panjang merebut tahta kerajaan dari pamannya salisi. Hal
itu yang menandai beralihnya sistim pemerintahan
dari kerajaan kepada kesultanan. Sejak saat itu, Islam bersinar terang di Bumi
Bima dan masa –masa selanjutnya menjadi kesultanan tersohor di Nusantara
Timur.(Sumber : Kebangkitan Islam Di Dana Mbojo M. Hilir Ismail, Upacara Adat Hanta UA PUA Alan Malingi)
A Short Description about youself
If you are stoned by someone, do not throw back a stone, but repay by throwing flowers at him. But keep the pots coming too.
BalasHapusbandar togel
agen togel
agen togel resmi