Kunjungan
Presiden RI Pertama Soekarno tercatat dalam sejarah Bima sebanyak dua kali.
Kunjungan pertama dilakukan sebelum Indonesia merdeka yaitu pada saat pembuangannya di Ende. Dalam perjalanannya di Ende itulah Soekarno
pernah singgah di Bima dan menginap di Istana Bima. Ruangan dan tempat tidur
sang proklamator ini masih ada di Istana Bima di lantai dua bangunan bersejarah
itu. Sedangkan kunjungan yang kedua dilakukan pada tanggal 3 Nopember 1950.
Lima tahun setelah Indoenesia merdeka dan setelah lima tahun pula Sultan
Muhammad salahuddin mengeluarkan maklumat untuk berdiri di belakang Republik
Indoenesia.
Kecintaan
Sultan muhammad Salahuddin terhadap negara dan bangsa tidak pernah pudar dan
hilang. Jiwa nasionalis dapat dilihat dari getaran sukma dan sikap jiwanya
ketika menyampaikan pidato resmi di hadapan presiden republik indonesia
soekarno yang berkunjung ke Bima.Berikut
kutipan pidato tersebut :
“ Paduka yang muila, rindu yang meluas ini bukan baru
sekarang saja timbulnya, akan tetapi sejak ledakan proklamasi kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945, pada saat ketika mana terbayanglah di muka kami rakyat
disini wajah bapak-bapak pemimpin kita Bung Karno dan Bung Hatta yang sedang
memproklamirkan kemerdekaan indonesia, lalu pada saat itu juga tertanamlah
dalam jiwa rakyat disini arti proklamasi yang harus dijunjung tinggi, harus
dipertahankan dan harus dimiliki itu, sehingga pada tanggal 22 Nopember 1945,
kami di kesultanan Bima ini mengeluarkan peryataan bahwa daerah kesultanan Bima
menjadi daerah istimewa yang langsung berdiri di belakang Republik indoenesia.”
Dari pidato tersebut, dapat dibuktikan betapa
kecintaan dan kesetiaan sultan dan rakyat Bima terhadap negara dan Dwi Tunggal
Soekarno-Hatta. Kecintaaan yang tak pernah lapuk oleh zaman dan waktu, selama
pemimpin negara menjalankan tugas dan kewajiban, sesuai dengan falsafah yang
dikenal dan diakui oleh raktyat Bima sejak masa lalu akan taat kepada
pimpinannya, selama raja dan sultan berbuat dan bertindak yang sesuai dengan falsafah
“ Tohompara Nahu sura dou Labo Dana”.
Akibat
dari sikap dan tindakan sultan Muhammad Salahuddin yang berdiri di belakang
negara kesatuan Republik Indoesia, Pemerintah Jepang menekan sultan agar
merubah sikapnya. Menurut Pemerintah Jepang nasib Bangsa Indoenesia tergantung
dari hasil keputusan sekutu, karena berdasarkan isi perjanjian antara Jepang
dan Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, segala
masalah yang berhubungan dengan masalah jajahan Jepang akan ditangani
oleh sekutu.
Tetapi
penekanan ini tidak digubris oleh sultan Muhammad Salahuddin. Atas dukungan
para pejuang dan rakyat, perlawanan terhadap penjajah terus dilakukan sampai
Indonesia merdeka.
(Dikutip Dari Sejarah Perjuangan Sultan M. Salahuddin Karya
M. Hilir Ismail Dan Alan Malingi )
A Short Description about youself
Any feedback, questions or ideas are always welcome. In case you are posting Code ,then first escape it using Postify and then paste it in the comments
0 komentar: